IHWAL PENGGUGAH 2

DIREKTUR PULAN AKRAB DENGAN MAKHLUK BERNAMA KEBIJAKSANAAN

Oleh Kang Sidik

            Anda masih ingat dengan Pak Pulan di Ikhwal Penggugah pertama?  Itu dia direktur yang sering memberi tausiyah kepada Ningopo penjual bakso dari Sono yang hobi lalajo. Ningopo seolah perwakilan dari rakyat yang termarginalkan oleh lingkungannya. Sayangnya Ningopo sering minder dengan kondisinya yang berlatar belakang S1 dan D1 alias ESDE. Aku seorang rakyat kecil selalu ia lontarkan. Bahkan saat dia berbicara kepada Polisi untuk melaporkan sebuah kejadian kecil yang menimpanya. Tetapi kali ini, Ningopo bukan ingin melaporkan sepasang remaja yang keluar dari mulut gang sempit sambil melingkarkan tangan di pinggang dan berbusana rok yang hanya sejengkal tangan. Bukan pula hendak melaporkan tetangganya yang berprofesi menjadi kupu-kupu malam juga bersahabat dengan berbagai minuman. Bukan pula ia hendak melaporkan pencurian barang-barang berharga atau terlarang. Melainkan Ningopo yang ditemani Direktur Pulan ke kantor polisi hendak melaporkan musibah kecil tentang gerobak baksonya yang tertabrak sebuah mobil kijang, tepat di ruas jalan sana sini di waktu siang. Saat kejadian, sang pengendara kijang hanya minta maaf dan melempar selembar uang lima puluh ribu , lalu langsung ngacir kencang.

            “Mas sekarang mah  tinggal sabarnya aja, mau nuntut ke siapa coba, orangnya juga sudah kabur.” Kata seorang polisi tetapi bukan briptu Norman Kamaru, dia bernama Komara yang dalam kepangkatan lama masih berpangkat kopral yang kadang sering latihan  koprol.

“Iya pak, tapi saya rakyat kecil, kalau gerobak hancur, bagaimana saya usaha? Masa yang nabrak gerobak  orang lain, diganti ku saya, beli deui gerobak ku saya, kumaha ieu teh pak?” Jawab Ningopo sambil mengernyitkan dahi.

            “Eh Mas salah ngomong teh, ari beli deui gerobak mah lain ku saya, tapi ku duit, ha ha ha…” Sela direktur Pulan sambil memamerkan gigi putih dan dahi Botaknya.

            “Eh juragan, jangan mancing di air keruh, ini lagi serius.”  Ningopo kesal hingga mengeluarkan kalimat yang menurutnya sangat ilmiah.

            “yeuh Mas, sayahmah lain mancing di air keruh, tapi mancing di air kencing dan mancing di balong wa Kuwu Sueb, ha ha ha…  Pulan semakin puas menertawakan ucapannya sendiri.

            “Sudah Bapak-bapak, cukup bercandanya. Barangkali laporan Mas Ningopo sudah cukup jelas tak usah diperpanjang lagi. Itu juga yang menabrak gerobak Mas Ningopo punya kebijaksanaan ngasih uang lima puluh ribu.” Mendengar ucapan polisi bernama Kopral Komara tentang kata kebijaksanaan, Direktur Pulan yang sedang asik bercanda ujug-ujug diam. Rasanya kenal dan tahu makhluk yang bernama kebijaksanaan. Bahkan Direktur Pulan sudah akrab dengan kebijaksanaan. Direktur Pulan menerawang ke belakang saat berkenalan dengan sosok kebijaksanaan. Dia bisa kuliah sampai Doktorandus pun karena kebijaksanaan. Dia bisa jadi Direktur juga karena kebijaksanaan.  Bahkan dapat isteri putri pak Mantri Ahmad pun karena kebijaksanaan. Jangan-jangan punya anak pun karena kebijaksanaan. Direktur Pulan mengira-ngira , orang-orang sekelilingnya yang jadi pedagang, pengusaha, pekerja, pelajar, guru, birokrat, bahkan pencopet, pelacur, penjudi, jangan-jangan karena kebijaksanaan. Direktur Pulan juga merasa jadi korban kebijaksanaan. Coba kalau aku bukan korban kebijaksanaan, mungkin aku sudah jadi Menteri bahkan presiden, pikirnya. Kini Direktur Pulan merasa ngeri, takut dan merinding bulu kuduk saat dikenalkan lagi dengan sosok kebijaksanaan. Ternyata makhluk bernama kebijaksanaan sangat sakti mandraguna. Lamunan Pulan berhenti karena polisi bernama Komara bertanya.  “Pak Pulan kenapa melamun saja? Bapa teh hayang naon ngalamun bae,? Hayang jadi profesor pedah sirah botak?” ha ha ha…

            “Ah pak, sayah mah teu hayang nanaon, teu hayang jadi profesor” Jawab Pulan.

terus hayang jadi naon atuh pak Pulan teh?” Polisi Komara penasaran

            “Ieu pak, sayah mah hayang jadi bu’uk alias hayang jadi rambut.” Jawab Pulan sambil menunjuk dahinya yang lebar dan botak. Mendengar jawaban Pulan, semua polisi yang di sana tertawa lepas. Mereka senang menertawakan diri mereka sendiri. Mereka merasa ada hiburan dan tontonan gratis di kantor polisi. Tertawa itu pula yang mengantarkan Pulan dan Ningopo keluar ruangan. Laporan Ningopo tentang gerobak bakso yang tertabrak mobil kijang, tak mendapat kesimpulan berarti, tetapi berakhir dengan tertawa. Hal ini pun yang membuat Ningopo poho tidak memakai helm saat naik motor dengan Pulan untuk perjalanan pulang. Sedang asiknya tertawa di jalan, tiba-tiba motornya diberhentikan oleh polisi yang terlihat di dadanya bertuliskan Saeful. Ningopo kaget langsung kokompodan, nga deg deg. Di luar dugaan, polisi yang bernama Saeful, tertawa sambil berucap : “Hey, pake helm atuh, sangkan jadi bu’ukna nu botak teh, ha ha ha. Bapak seharusnya ditilang, tapi karena saya punya kebijaksanaan, bapak henteu ditilang. Saya itu polisi yang profesional, karena polisi itu melindungi, mengayomi, melayani, bukan newak ha ha ha…  Mendengar ucapan polisi bernama Saeful, semua orang di jalan itu tertawa lepas. Bahkan ruas jalan jadi banyak orang yang kumpul ikut tertawa. Akibatnya, kendaraan satu dengan lainnya bertabrakan, tetapi mereka malah tertawa. Pulan dan Ningopo meninggalkan polisi dan orang-orang di sana yang masih tertawa.

            “Mas, mereka korban kebijaksanaan, jadi gara-gara kebijaksanaan, urang teu di tewak polisi. Ha ha ha… hatur nuhun kebijaksanaan, hatur nuhun…” Ningopo hanya bengong teu ngarti..